Jawa Pos: Rabu, 08 April 2009
Menunggu Hasil Para Penjual Baliho
Suko Widodo
VOX populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Suara itulah yang kini amat dinanti-nantikan kehadirannya oleh para calon legislatif. Dalam penantian yang serba tak pasti, kemungkinan besar para caleg berada dalam keadaan resah dan gelisah.
Sistem pemilihan kali ini memang membuat pusing para caleg. Dengan sistem suara terbanyak, kini semua caleg memiliki peluang yang sama untuk merebut kursi. Sebelum putusan Mahkamah Konstitusi dengan pola suara terbanyak, caleg dengan nomor urut atas/kecil berpeluang besar dipilih. Tapi, kini mereka tidak bisa melenggang dengan mudah. Sementara itu, untuk yang bernomor urut besar alias nomor sepatu, keputusan tersebut membuat mereka mendapatkan angin surga karena punya peluang sama dengan nomor urut atas/kecil.
Bagi pemilih, pemilihan kali ini terasa rumit dan sulit. Rumit karena jumlah caleg yang dipilih sangat banyak. Sulit karena pemilih harus memiliki kemampuan literasi (baca tulis). Yang tak biasa membaca dan menulis berpotensi besar untuk keliru dalam mencontreng.
Akibat kondisi demikian, hasil pemilihan kali ini memang sulit diduga. Setidaknya, itu sudah terbukti. Antarlembaga survei juga punya persepsi yang beda-beda dalam menakar kekuatan suara.
Komunikasi Politik Instan
Kemampuan literasi pemilih berandil besar dalam menentukan hasil pemilihan. Pengalaman dalam sejumlah simulasi membuktikan, kebanyakan pemilih masih bingung dan keliru memilih. Itu yang membuat pusing caleg.
Framing pesan yang dibangun selama masa kampanye para caleg, ternyata, tak cukup kuat menancapkan pengetahuan cara mencontreng/memilih. Padahal, para caleg bukan hanya sudah mengampanyekan cara mencontreng, tetapi juga membangun relasi langsung dengan pemilih. Jika kemudian pada hari pemilihan para pemilih masih kebingungan dan tak yakin, memang hasil pemilihan itu seperti sebuah misteri yang susah diprediksi.
Ada dua hal yang mengakibatkan terjadi kondisi itu. Pertama, telah terjadi luberan komunikasi (over-communication). Sepanjang 10 bulan terakhir, masyarakat digempur dengan ratusan ribu pesan politik. Mulai bangun tidur hingga menjelang tidur lagi, seluruh pancaindra disentuh oleh pesan polititik.
Media massa hingga media personal (seperti ponsel) dipenuhi dengan ajakan mendukung caleg. Saking melubernya pesan, pemilih bingung. Apalagi pesan yang berkembang relatif seragam/sama. Sementara itu, pemilih bersifat mudah lupa (cognitive misser). Mestinya, kreativitas pesan kampanye harus benar-benar memiliki pembeda daripada yang lainnya jika ingin dikenang pemilih. Jika tidak kreatif, akan terjadi peluang distorsi informasi. Apa yang sudah dipesankan caleg menjadi tidak sesuai dengan yang pemilih lakukan di bilik suara.
Kedua, para caleg dan parpol mengembangkan komunikasi politik relatif instan. Mereka melakukan pendekatan kepada konstituen hanya saat-saat menjelang pemilihan dilakukan. Jadi, yang dilakukannya bukan komunikasi politik (karena kalau komunikasi politik berlangsung dua arah), tetapi lebih banyak melakukan marketing polititk (yang sifatnya searah).
Komunikasi politik sebagai modal sosial untuk membangun relasi tidak bisa dilakukan sesaat (instan). Padahal, kekuatan relasi itulah yang bisa menentukan perolehan suara.
Pileg kali ini hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi para parpol dan politisi ataupun mereka yang hendak membangun kekuasaan politik. Sistem politik modern harus ditata dengan cara-cara yang rasional dan realistis. Kita tidak bisa hanya mengandalkan pemasangan baliho belaka, apalagi mengandalkan jasa paranormal.
Bukan Ndaru
Kekuasaan politik modern adalah sebuah prestasi usaha. Kekuasaan bukanlah seperti ”ndaru” (hadiah) yang jatuh dari langit. Kekuasaan politik modern juga bukanlah sebuah warisan. Ia harus disiapkan dan ditata dalam waktu yang tidak pendek.
Dalam zaman demokrasi yang belum utuh ini, ada sejumlah persoalan besar untuk meraih ‘’suara Tuhan”. Ketika para pemilih yang punya kuasa suara itu masih memandang suaranya sebagai komoditas uang atau sembako, makna politik menjadi terdegragasi. Politik menjadi kurang bermartabat. Demokrasi terkesan tidak berkualitas.
Pekerjaan besar yang tersisa dari berbagai proses pemilihan selama ini memerlukan penataan sungguh-sungguh. Bukan hanya urusan parpol, tetapi semua pihak. Sejumlah politik pragmatis yang selama ini dijalankan oleh beberapa pihak wajib dihapuskan. Sebab, itu tak akan pernah bermanfaat manakala pemilihan dilakukan dengan cara-cara tidak sehat.
Ke depan, advokasi politik bersih harus terus dikumandangkan agar Indonesia bisa menjalankan demokrasi yang bermartabat. Semoga Pileg 2009 berlangsung dengan damai. Sebab, memang hasil suara itu adalah suara yang telah ditentukan Tuhan. Janganlah resah dan gelisah. Selamat berpasrah.
Suko Widodo, dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Airlangga
Sumber: Jawa Pos: Rabu, 08 April 2009
Foto Keluarga
Belum semua anggota keluarga ada fotonya, kami masih menunggu kiriman foto baik melalui email atau surat.
Connect to :
Blog Archive
-
►
2099
(1)
- ► Dec 27 - Jan 3 (1)
-
►
2011
(1)
- ► Jul 3 - Jul 10 (1)
-
►
2010
(11)
- ► Sep 19 - Sep 26 (1)
- ► Apr 25 - May 2 (2)
- ► Apr 4 - Apr 11 (5)
- ► Feb 28 - Mar 7 (1)
- ► Jan 17 - Jan 24 (1)
- ► Jan 3 - Jan 10 (1)
-
▼
2009
(30)
- ► Dec 27 - Jan 3 (2)
- ► Dec 20 - Dec 27 (2)
- ► Dec 6 - Dec 13 (1)
- ► Nov 22 - Nov 29 (1)
- ► Nov 1 - Nov 8 (3)
- ► Oct 4 - Oct 11 (1)
- ► Sep 20 - Sep 27 (2)
- ► Sep 6 - Sep 13 (1)
- ► Jun 28 - Jul 5 (1)
- ► May 24 - May 31 (9)
- ► Apr 5 - Apr 12 (1)
- ► Mar 8 - Mar 15 (1)
- ► Feb 22 - Mar 1 (2)
Sunday, July 5, 2009
Note Pak Suko di FB
Labels:
Suko Widodo's Note (2)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Pesan Keluarga :
Profile
- Markoem Setyo Soedjarwo
- Madiun, Jawa Timur, Indonesia
- Pasangan MS Soedjarwo (Mbah Kung) dan Insarjinah (Mbah Uti) mempunyai 7 anak kandung, 1 anak angkat dan puluhan anak asuh, mempunyai kira2 40 cucu, puluhan buyut dan beberapa canggah. Mbah Kung wafat pada tanggal 3-6-1975 dan Mbah Uti menyusul pada tanggal 22-5-1983. Almarhum dan almarhumah dimakamkan di Desa Banaran, Geger, Madiun. Di desa ini beliau puluhan tahun mencurahkan tenaga dan pikiran sebagai pendidik sampai pensiun.
Visitor's Counter
Analog Clock
!-end>!-local>
Kalender H & M
Komentar tentang Blog ini
Pesan dan Kesan
Translator E-I dan I-E
Translator
Daftar Isi :
- 0. Kata Pengantar (1)
- 1. Keluarga Sriwening (1)
- 2. Keluarga Soentjoko (1)
- 3. Keluarga Soelastri (1)
- 4. Keluarga Basuki (1)
- 5. Keluarga Purwantini (1)
- 6. Keluarga Umiati (1)
- 7. Keluarga Darmadji (1)
- 8. Keluarga Ismadi (1)
- Alhamdulillah ketemu Joko (1)
- Anak cucu Pak Dhe Sukat (Kejuron) (1)
- Anak-anak Karbitan (1)
- Bill Gates dan Xerox (1)
- Fenomena Orgonite (1)
- Foto di dalam Ka'bah (1)
- Gempa Jawa (1)
- Haji Djoko Witono (1)
- Haji Sudjiono (1)
- Hanoman dan Shinta (1)
- Hikmah baca Al-Qur'an (1)
- Info pendaftaran Telkom (1)
- Jadwal Piala Dunia 2010 (1)
- Keutamaan Al-Qur'an (1)
- Kiat Sukses dan Sehat (1)
- Labbaika Allohumma Labbaika.... (1)
- Mas Yoyok dan keluarga (1)
- Masjid Nabawi (1)
- Mbak Dian dadi manten (1)
- Membuat Orgonite (1)
- Menukar Rupiah dengan Riyal (1)
- Pak Bas wafat (1)
- Rumah Petak Milik Nabi (1)
- Silaturahmi di rumah Bu Win Budiman (1)
- Silaturahmi ke rumah Pak Suncoko (1)
- SP2010 (1)
- Suko Widodo's Note (1) (1)
- Suko Widodo's Note (2) (1)
- Suko Widodo's Note (3) (1)
- Supriadi (1)
- Terapi Air Putih (1)
- The Burj Dubai (1)
- UU Lalin 22/2009 (1)
0 comments:
Post a Comment