Kamis, 19 November 2009 | 13:54 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Bersujud di depan makam Nabi Muhammad SAW rasanya seperti tersedot magnet raksasa. Ada rasa haru yang mengiris-iris. Bukan kesakralan makam itu yang membuat banyak orang--termasuk saya--sesenggukan. Bukan pula tawaran pahala yang dijanjikan bila salat di Raudah--wilayah antara makam Nabi dan mimbar khutbah di Masjid Nabawi--yang membuat tubuh ini lunglai. Tapi, bayangan betapa sederhananya rumah Nabi itulah mata kami sembab.
Makam itu persis ada di rumah Nabi dulu. Rumah yang mungil. Bahkan, rumah tipe 21 pun masih lebih luas dari rumah Nabi. Ukurannya mungkin sama dengan rumah-rumah petak yang ada di Jakarta. Rumah itu kini masuk dalam bagian Masjid Nabawi dan hanya ditutup ukiran kayu. Di dalam rumah itu ada makam Nabi, Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Nabi yang diagungkan itu--bahkan para malaikat pun tak henti membaca shalawat untuknya--ternyata hidup jauh dari standar sederhana. Tak ada AC atau penghangat saat angin dingin membekukan Madinah. Tak ada kasur empuk atau spring bed. Tak ada sofa mewah atau kursi ukiran yang melingkar-lingkar. Tak ada kemewahan seperti yang ditawarkan Electrolux, King Koil, Panasonic, Avanza, atawa Lexus. Juga tak ada keindahan seperti yang disodorkan Dolce & Gabbana, Gucci.
Umar pernah minta izin menemui Nabi SAW. Ia melihat beliau sedang berbaring di atas tikar kasar terbuat dari pelepah Tamar. Sebagian tubuh Nabi tampak berada di atas tanah. Dia juga cuma berbantalkan pelepah kurma. Umar pun menangis.
"Mengapa engkau menangis?" Nabi bertanya. Umar menjawab, "Bagaimana aku tidak menangis. Tikar ini membuat bekas pada tubuhmu. Engkau ini Nabi Allah dan kekasihNya. Kekayaanmu hanya yang aku lihat sekarang ini. Sedangkan Kisra dan kaisar lainnya duduk di singgasana emas dan bantalnya sutera".
Mungkin ingatan cerita ini membuat tubuh saya dan orang-orang di sekitar saya menggigil dan menangis. Teringat garis-garis bekas pelepah di pipi Nabi. Lalu melayang lagi percakapan Nabi dan Umar.
Nabi pun menasehati Umar, "Mereka (kaisar dan orang kaya) telah menyegerakan kesenangannya. Itu akan cepat berakhir. Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan yang nantinya kita pakai untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia adalah seperti orang yang bepergian pada musim panas. Sejenak berlindung di bawah pohon, kemudian berangkat dan meninggalkannya. "
Kata Nabi lagi, sisakan kesenangan di dunia ini untuk bekal akherat. Dalam sepekan, tahanlah nafsu, lapar dan haus, paling tidak dua hari. Lakukan shaum senin-kamis. Dua puluh empat jam sehari, sisakan waktu satu-dua jam untuk sholat fardlu dan membaca al-Qur'an. Delapan jam waktu tidur, buanglah barang 15 menit saja untuk sholat tahajud.
"Celupkan tanganmu ke dalam lautan," ujar Nabi Saw ketika sahabat yang bertanya tentang perbedaan dunia dan akherat. "Air yang menempel di jarimu itulah dunia. Sisanya adalah akherat".
Bayangan cerita itu semakin membuat kami ini tak sanggup mengangkat kepala dari sujud di depan makam Nabi. Duh Gusti, ampuni kami.
Foto Keluarga
Belum semua anggota keluarga ada fotonya, kami masih menunggu kiriman foto baik melalui email atau surat.
Connect to :
Blog Archive
-
►
2099
(1)
- ► Dec 27 - Jan 3 (1)
-
►
2011
(1)
- ► Jul 3 - Jul 10 (1)
-
►
2010
(11)
- ► Sep 19 - Sep 26 (1)
- ► Apr 25 - May 2 (2)
- ► Apr 4 - Apr 11 (5)
- ► Feb 28 - Mar 7 (1)
- ► Jan 17 - Jan 24 (1)
- ► Jan 3 - Jan 10 (1)
-
▼
2009
(30)
- ► Dec 27 - Jan 3 (2)
- ► Dec 20 - Dec 27 (2)
- ► Dec 6 - Dec 13 (1)
- ► Nov 22 - Nov 29 (1)
- ▼ Nov 1 - Nov 8 (3)
- ► Oct 4 - Oct 11 (1)
- ► Sep 20 - Sep 27 (2)
- ► Sep 6 - Sep 13 (1)
- ► Jul 5 - Jul 12 (3)
- ► Jun 28 - Jul 5 (1)
- ► May 24 - May 31 (9)
- ► Apr 5 - Apr 12 (1)
- ► Mar 8 - Mar 15 (1)
- ► Feb 22 - Mar 1 (2)
Monday, November 2, 2009
Rumah Petak Milik Nabi
Labels:
Rumah Petak Milik Nabi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Pesan Keluarga :
Profile
- Markoem Setyo Soedjarwo
- Madiun, Jawa Timur, Indonesia
- Pasangan MS Soedjarwo (Mbah Kung) dan Insarjinah (Mbah Uti) mempunyai 7 anak kandung, 1 anak angkat dan puluhan anak asuh, mempunyai kira2 40 cucu, puluhan buyut dan beberapa canggah. Mbah Kung wafat pada tanggal 3-6-1975 dan Mbah Uti menyusul pada tanggal 22-5-1983. Almarhum dan almarhumah dimakamkan di Desa Banaran, Geger, Madiun. Di desa ini beliau puluhan tahun mencurahkan tenaga dan pikiran sebagai pendidik sampai pensiun.
Visitor's Counter
Analog Clock
!-end>!-local>
Kalender H & M
Komentar tentang Blog ini
Pesan dan Kesan
Translator E-I dan I-E
Translator
Daftar Isi :
- 0. Kata Pengantar (1)
- 1. Keluarga Sriwening (1)
- 2. Keluarga Soentjoko (1)
- 3. Keluarga Soelastri (1)
- 4. Keluarga Basuki (1)
- 5. Keluarga Purwantini (1)
- 6. Keluarga Umiati (1)
- 7. Keluarga Darmadji (1)
- 8. Keluarga Ismadi (1)
- Alhamdulillah ketemu Joko (1)
- Anak cucu Pak Dhe Sukat (Kejuron) (1)
- Anak-anak Karbitan (1)
- Bill Gates dan Xerox (1)
- Fenomena Orgonite (1)
- Foto di dalam Ka'bah (1)
- Gempa Jawa (1)
- Haji Djoko Witono (1)
- Haji Sudjiono (1)
- Hanoman dan Shinta (1)
- Hikmah baca Al-Qur'an (1)
- Info pendaftaran Telkom (1)
- Jadwal Piala Dunia 2010 (1)
- Keutamaan Al-Qur'an (1)
- Kiat Sukses dan Sehat (1)
- Labbaika Allohumma Labbaika.... (1)
- Mas Yoyok dan keluarga (1)
- Masjid Nabawi (1)
- Mbak Dian dadi manten (1)
- Membuat Orgonite (1)
- Menukar Rupiah dengan Riyal (1)
- Pak Bas wafat (1)
- Rumah Petak Milik Nabi (1)
- Silaturahmi di rumah Bu Win Budiman (1)
- Silaturahmi ke rumah Pak Suncoko (1)
- SP2010 (1)
- Suko Widodo's Note (1) (1)
- Suko Widodo's Note (2) (1)
- Suko Widodo's Note (3) (1)
- Supriadi (1)
- Terapi Air Putih (1)
- The Burj Dubai (1)
- UU Lalin 22/2009 (1)
0 comments:
Post a Comment